Tuesday, December 17, 2013

Bagaimana Budaya Biak beradaptasi dengan budaya modern??




Memasuki Abad 21 yang ditandai dengan berbagai kemajuan pesat dalam berbagai bidang kehidupan secara tak sadar pun mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia. Bukan hanya kemajuan dalam bidang teknologi dan industri, tapi perubahan gaya hidup pun perlahan merambat hingga menyentuh aspek kebudayaan.
Dari sekian banyak budaya yang ada di Indonesia, budaya yang ada di Papua memang sangatlah unik. Mulai dari adat istiadat, rumah adat, pakaian adat dan bahasa bahasa daerah masyarakat setempat yang mungkin di anggap 'aneh' di kalangan masyarakat Indonesia namun justru menarik dimata wisatawan mancanegara. Dan kali ini saya akan sedikit mengulas tentang kebudayaan yang ada di salah satu daerah di Papua, yaitu Biak.
Kurang lebih 18 tahun saya tinggal di Biak, saya belum pernah melihat masyarakat Biak yang masih menggunakan koteka atau pun pakaian adat papua lainnya kecuali pada saat-saat tertentu seperti saat acara adat atau yang lainnya. Dulu waktu saya masih SD , saya pernah berkunjung ke Wamena, disana masih banyak orang yang hanya menggunakan koteka dan berkeliaran di Bandara, berbeda dengan di Biak yang sudah tidak ada seperti itu. Bukannya  meninggalkan / mengabaikan budaya mereka, tetapi mereka sadar kalau yang seperti itu tidak sesuai dengan norma yang dianut masyarakat pada umumnya. Rumah adat Papua juga, yaitu Honai saat ini jarang dijumpai digunakan oleh masyarakat yang ada di Biak. Masyarakat yang ada di Biak telah beradaptasi dengan modernisasi dan hidup dengan segala ketersediaan yang disajikan oleh dunia global hari ini.
Bukan berarti menikmati segala kemewahan globalisasi dengan berbagai hal modern membuat masyarakat lupa akan budaya yang dimilikinya. Ada  beberapa budaya yang masih bertahan di tengah derasnya arus globalisasi, seperti budaya Bakar Batu atau Barapen. Ini biasanya dilakukan saat acara-acara besar dimana masyarakat berkumpul kemudian makanan yang akan mereka makan itu dimasak menggunakan batu yang telah dibakar. Awalnya batu dipanaskan dengan cara membakarnya, lalu makanan yang akan dimakan di letakkan diatas batu yang telah dibakar tersebut, misalnya berupa jenis umbi-umbian dan daging yang akan di konsumsi. Setelah itu ditutupi dengan dedaunan, lalu ditumpuk lagi dengan batu yang sudah dibakar, terakhir ditutupi menyeluruh dengan dedaunan lagi dan ditunggu beberapa jam hingga mereka yakin makanan mereka telah siap di santap.
Selain itu juga ada budaya yang unik yaitu Ararem, saat mengantarkan mas kawin dari pihak lelaki kepada pihak perempuan yang akan dilamarnya ditempuh dengan berjalan kaki sambil membawa semua mas kawin yang akan diberikan kepada keluarga perempuan sejauh apapun tempatnya. Bukan sekedar berjalan saja tetapi selama perjalanan rombongan pengantin laki-laki akan bernyanyi ria diiringi dengan alat musik seperti gitar, tifa ataupun gendang. Mas kawin utama yang umumnya diberikan adalah piring batu dengan ukuran yang besar.
Nah itu tadi beberapa kebudayaan yang masih bertahan di Biak. Sederas apapun arus modernisasi hari ini, tak jadi alasan untuk masyarakat di Biak melupakan budaya mereka, bahkan tak menggeruskan nilai-nilai budaya yang mereka anut. Hal ini juga tak mengekang masyarakat dalam segala keterbatasan yang dianggap kuno, masyarakat tetap menikmati serta menggunakan fasilitas hasil modernisasi yang ada, karena hal itu bukan untuk ditolak tetapi untuk kita terima. Dan juga tak jadi masalah untuk budaya mereka, namun jadi suatu pemicu untuk terus mempertahankan budaya tersebut sebagai suatu identitas.
Thursday, December 5, 2013

Budaya Barapen atau bakar batu



Biak adalah sebuah pulau dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan kaya akan potensi bahari. Nah, seperti Papua pada umumnya, disini terdapat suatu budaya ataupun tradisi yang sangat unik dan masih hidup sampai sekarang, yaitu tradisi Bakar Batu atau dalam bahasa biaknya dikenal dengan Barapen.



Tradisi Bakar Batu ini telah berlaku turun temurun pada masyarakat Biak. Disebut Bakar Batu karena masyarakat menggunakan batu untuk memasak makanan, dan batu yang digunakan masyarakat Biak termasuk batu karang karena memang Pulau Biak adalah pulau yang terbentuk dari Karang. Adapun bahan makanan yang biasa dimasak seperti keladi, singkong, pisang, dan bahan makanan lainnya yang dibungkus dengan daun pisang. Bahan makanan yang hendak dimasak disusun rapi di atas batu yang telah dibakar dengan menggunakan kayu hingga merah membara.

Air Terjun Warsa



Air Terjun Warsa / Wafsarak mempunyai ketinggian 9 meter dan mengaliri sungai dibawahnya. Karena airnya yang sejuk dan jernih, masyarakat sekitar memanfaatkan sumber daya ini untuk mandi dan cuci. Di bawah air terjun terdapat kolam kecil yang dingin dan cukup dalam, sehingga di dapat digunakan untuk berendam, berenang dan mandi bahkan bisa meloncat dari atas tebing air terjun ke kolam.
Sunday, December 1, 2013

Pantai Wari



Menurut saya , pantai Wari adalah salah satu pantai terindah di Indonesia yang pernah saya kunjungi(karna emang saya belum pernah ke Bali juga sih, tapi dijamin yang satu ini ga kalah kerennya!!)..Pantai Wari terletak di Kab Biak Numfor, Provinsi Papua. Lebih tepatnya berada di desa Waromi , Distrik Biak Utara.
Selama bertahun-tahun tinggal di Biak baru sekali saya pergi ke Pantai Wari, yah maklumlah perjalanan dari tempat tinggal saya di kota ke Biak Utara lumayan jauh mungkin sekitar 1,5am perjalanan menggunakan mobil dan menggunakan motor kurang lebih sejamlah (kebetulan waktu itu saya pake motor). Tenang saja , perjalanan yang melelahkan itu seketika akan hilang kalau sudah sampai di Pantai Wari. Subhanallah , Pemandangannya luar biasa.....Ahhhh rasanya pengen ke sana lagi dehhh...